Kamis, 02 Mei 2013

Sejarah Berdirinya TK Al-Qur'an Qiraati



SEJARAH BERDIRINYA TK AL  QUR’AN DAN BUKU QIRA’ATY
Oleh : KH. Dahlan Salim Dzarkasyi
Assalamu’alaikum  Wr.   Wb.
Segala Puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga atas ridlo Allah dan rahmat-Nyalah kami diberi kekuatan sehingga tersusun buku metode praktis cara membaca Al Qur’an. Berikut ini akan kami ceritakan sejarah singkat mengenai berdirinya metode Qiro’aty dengan apa adanya tanpa menambah atau mengurangi agar menarik. Berikut ini akan kami ceritakan apa adanya tentang metode Qiro’aty dan berdirinya TK Al Qur’an sejak mulai lahir  sampai berkembang hingga sekarang. Semoga dengan mendengarkan sejarah dan riwayat berdirinya TK. Al Qur’an ini akan menambah manfaat bagi siapa saja. Sejarah penemuan metode Qiro’aty (metode belajar Al Qur’an bagi anak – anak)
diawali dengan keinginan kami ( KH. Dahlan Salim Dzarkasyi ) untuk membeli rumah sendiri, karena pada waktu itu kami sudah berkeluarga namun masih ikut menumpang dengan orang tua. Maksud membeli rumah sendiri ( bukan kontrak ) adalah disamping supaya tidak merepotkan orang tua, juga agar lebih leluasa karena tinggal dirumah sendiri. Dalam membeli rumah sendiri itu, kami menginginkan rumah yang terletak dikampung yang belum ada guru mengajinya. Dan Alhamdulillah setelah kami membeli rumah, kami langsung pindah rumah, dan dirumah yang baru itu langsung kami buka pengajian bagi anak – anak. Oleh karena kami dikampung itu termasuk penduduk baru, kami tidak mengumumkannya. Pertama kami buka pengajian anak – anak didepan rumah (emperan) yang kami ajar adalah  anak – anak kami sendiri dan  anak – anak tetangga depan rumah. Anak tetangga dua, anak laki dan perempuan. Karena kami mengajranya diluar rumah sehingga banyak orang lain yang melihat dan mendaftarkan anaknya untuk mengaji pada kami. Tiap hari jumlah anak yang daftar mengaji terus bertambah. Waktu kami mengajar menggunakan metode Baghdadiyah. Metode Baghdadiyah membeli rumah sendiri itu, kami menginginkan rumah yang terletak dikampung yang belum ada guru mengajinya. Dan Alhamdulillah setelah kami membeli rumah, kami langsung pindah rumah, dan dirumah yang baru itu langsung kami buka pengajian bagi anak – anak. Oleh karena kami dikampung itu termasuk penduduk baru, kami tidak mengumumkannya. Pertama kami buka pengajian anak – anak didepan rumah (emperan) yang kami ajar adalah  anak – anak kami sendiri dan  anak – anak tetangga depan rumah. Anak tetangga dua, anak laki dan perempuan. Karena kami mengajranya diluar rumah sehingga banyak orang lain yang melihat dan mendaftarkan anaknya untuk mengaji pada kami. Tiap hari jumlah anak yang daftar mengaji terus bertambah. Waktu kami mengajar menggunakan metode Baghdadiyah. Metode Baghdadiyah ini luar biasa, karena Islam turun di Kharomain, tapi penyusun metode belajar mengaji anak – anak berasal dari Bahgdad, bukan dari Kharomain. Dan kehebatan metode Baghdadiyah yang lain adalah metode tersebut cepat tersebar bukan hanya di Baghdad saja melainkan ke setiap negara Islam, termasuk Indonesia. Penemuan metode Baghdadiyah ini sudah berlangsung lama sekali (ratusan tahun), bahkan sampai sekarang ini masih dipakai didunia Islam dalam mengajarkan Al Qur’an dengan metode Baghdadiyah ini. Kami menemui kesulitan dalam mengajar . Kesulitannya bukan berarti bahwa metode Baghdadiyah  itu  sulit,  karena kita atau oarng – orang tua dulu banyak yang berhasil membaca Al Qur’an dengan baik kerena melalui metode Baghdadiyah itu. Dalam metode Baghdadiyah ini memang banyak anak yang cepat memahami tapi sistimnya melalui hafalan. Setelah kami mempelajari jumlah huruf hijaiyah mulai Alif sampai Ya’, itu banyak yang hafal bisa membaca dalam waktu 2 atau 3 hari (rata – rata bisa). Namun anehnya walaupun anak – anak hafal tetapi setelah ditanya satu – persatu tentang huruf hijaiyah misalnya dengan menutupi semua huruf kecuali satu yang dibuka (huruf sin), mereka tidak bisa membaca, diam semua. Begitu juga kami praktekkan dengan menanyakan huruf yang lain satu – persatu mereka tidak bisa. Kenyataan seperti ini tidak hanya ditempat kami saja, tetapi dimana – mana. Tetapi bila dilepas dengan membaca semua huruf mulai alif samapi Ya’ membacanya terlalu cepat. Jadi kesimpulannya ialah mereka itu bukan mengerti tetapi hafal. Demikian pula dengan mengajarkan harokatnya (Fathah, Kasroh, Dhommah), Alif Fathah A, Alif Kasroh I dst, mereka hafal. Tetapi setelah kami tutup semua huruf kecuali salah satu huruf misalnya Tha’ fathah, mereka tidak bisa menjawab. Mereka mengerti kalau dari Alif dst.
Mulai benar – benar terasa sulit ketika memasuki bab A, Bu, Ta, U, Si, ini tidak mungkin bisa dimengerti dalam waktu 2,3 hari, sebab disitu hurufnya dicampur – campur. Kemudian dalam penelitian – penelitian, mengapa banyak anak – anak yang diajari oleh gurunya dimana – mana (khususnya Semarang)  setelah  anak – anak  sampai  kepada  membaca  Al Qur’an,   bacaan  Mad – Mad nya banyak yang tidak benar panjang pendeknya tidak benar, apalagi dengan Tartilnya sekalian Ghunnah, Ikhfa, Iqlab. Ini yang menjadi perhatian, dengan kesulitan – kesulitan itu kami mulai menyusun, kalau tadi anak – anak dapat membaca Alis sampai Ya’ dengan cepat maka kami mencoba mengajari huruf Alif sampai Ba’ saja supaya lebih paham dulu. Setelah Alif dan Ba’ paham benar, kami tambah huruf  Ta’, Tsa’ dst. Adapun huruf -  huruf ini kami beri langsung dengan harokat fathah. Yang perlu diketahui dalam mengajarkan huruf yang sudah berharokat tadi, cara mengajarnya tidak dengan di “eja”, misalnya Alif fathah “A”, Ba’ fathah “Ba” dst. Setelah kami terapkan sistem – sistem baca seperti itu, kami harus berfikir seluruh Kyai mengerti dan mengajarkan huruf dimana – mana cara membaca huruf Alif fathah dengan langsung mengajarkannya “A”, “Ba”, tidak dengan mengeja semula kami merasa ketakutan bagaimana nanti kalau ditegur Kyai, guru, mengapa tidak mengajar Alif, Ba’, Ta’ untuk itulah kami mengajarkannya biasa saja tidak kami sebarkan, dan bila ada orang yang bertanya, kami jawab ini baru percobaan. Kami tidak berani membuat alasan supaya mudah, atau supaya bagaimana. Dalam ketakutan inilah kami meperoleh hasil yang mulai nampak nyata, lalu huruf yang sudah dirangkai kesemuanya masih berharokat fathah, lalu mengenalkan kasroh dengan cara langsung A,I Ja Li Sa dst. Setelah mahir fathah dan Kasroh,baru kami tambah dhummah, tanwin dengan cara demikian itulah anak  baru dapat mengerti membaca bukan dengan hafalan. Demikianlah tiap sore kami mengajar, malam harinya kami menyusun kalau berhasil berarti bagus, artinya susunan kami simpan kalau berhasil dan kalau tidak kami robek (hilangkan) kami terus menyusun sampai lengkap, namun sampai pada tanda sukun baru menemui kesulitan, karena memperkenalkan huruf sukun itu tidak mudah hanya untuk anak – anak kelas 2 SD keatas itu pun masih ada juga dengan kesulitan, padahal yang belajar pada waktu banyak anak yang masih kelas 1 SD dalam mencari huruf apa yang diajari sukun terlebih dahulu apakah Ta’, Ba’, Sin atau yang lainnya. Dalam memperkenalkan huruf sukun ini baru 3 tahun kami menemukan huruf yang sekiranya enak dalam mengajrkannya. Setelah mencoba huruf – huruf banyak menemui kegagalan, akhirnya atas pertolongan, kami menemukan cara yang enak dalam mengajarkannya yaitu huruf Lam sukun. Memang kadang – kadng terlalu aneh, belum mengenal Lam sukun atau huruf – huruf yang lain tapi langsung diperkenalkan huruf Qomariyah. Qomariyah ini memang ada maksud agar huruf yang dibaca itu dapat melihat huruf lain disampingnya. Yang demikian itu supaya anak dapat membaca dengan lancar. Setelah Lam sukun, kami mencari huruf apalagi yang sekiranya dapat memudahkan anak dalam membaca yaitu melalui Sin sukun, kemudian Ra’ sukun, Mim sukun. Jadi kehebatan Qiro’aty ini dalam masalah huruf sukun cukup dengan memperkenalkan 4 huruf saja          ( Lam, Sin, Ra’ dan Mim ) seluruh huruf yang lainnya sudah dimengerti oleh murid walaupun belum diajarkan. Sebelum menyusun masalah huruf – huruf sukun, kami menyelidiki ke tempat – tempat pengajian banyak sekali bacaan Mad-nya yang rusak, hal itu terjadi dimana – mana. Contoh salah satu bacaan yang rusak, hal itu terjadi dimana – mana. Contoh salah satu bacaan yang rusak diantaranya: “Kaifaa tak furuunaa bil lahi ....................”.
Karena bacaan seperti itulah kami menyusun bacaan Mad. Dalam menyusun Mad, kami mengadakan berbagai penelitian mencari saran kesana kemari dari satu tempat ke tempat lain, akhirnya di Madrasah di kelas II atau kelas I akhir, didalam Madrasah diajarkan Ghooba Khooluka, Aada jaaroka itu satu halaman, tiap anak pandai membacanya lancar. Tapi kami tuliskan Wa’ada, Wa’aada, Wa’adaa semuanya dibaca Wa’ada. Jadi di Madrasah itu semuanya juga hafalan. Sejak itulah susunan Mad cara – cara Qiro’aty berhasil bagus, akhirnya menemukan huruf – huruf sukun yang diawali dengan Lam sukun, Sin Sukun, Ra’ sukun dan Mim sukun hanya 4 huruf saja huruf – huruf yang lain tidak diajarkan tetapi murid sudah bisa membaca. Selanjutnya kami berfikir, apakah huruf – huruf yang lain tidak ditambah sukun, dan jika ditambah, ditambah yang bagiamana. Pada waktu penelitian – penelitian ditempat – tempat seperti Mushollah dan Masjid – masjid tetap berjalan. Kebetulan pada waktu itu kami berdagang sehingga ketika kami keliling lewat Surabaya kami melakukan penelitian di Surabaya, ketika lewat Yogya meneliti  di Musholla/Masjid Yogya, ketika di Jakarta meneliti di Musholla/Masjid Jakarta, ketika di Semarang ( memang tempat kami ) selalu mengadakan penelitian – penelitian kepada guru – guru mengaji Al Qur’an. Pada suatu malam ba’dal Maghrib, menunggu seorang guru ahli – ahli Al Qur’an, bukan sekedar hanya sekedar bisa membaca saja, tetapi betul – betul seorang guru yang ahli Al Qur’an waktu itu murid – muridnya besar – besar (usia SMP) sudah Al Qur’an semua. Dari anak yang pertama sampai terakhir tidak ada satupun yang dapat membaca secara tartil. Contoh bacaannya : Innalladziina Kafaaruu Sawaa’un Alaihim A’andzartahum Tundzirhum Laa Yu’minuun (tanpa menerapkan Tajwid Idghom, Ikhfa’, Mad dan sebagainya). Setelah selesai ngaji anak – anak pulang semua, kami tegur secara halus, “kenapa tidak ada satu muridpun yang dapat membaca dengan tartil ?”. Guru itu langsung menjawab : “ kalau saya mengajar membaca secara tartil saya tidak sanggup, ya sudah bisa saya seperti itu. Adapun kalau nantinya mereka sudah khatam, kalau mereka mau mengaji nanti saya akan pelajari ilmu tajwid. Padahal kebanyakan anak – anak yang telah khatam biasanya malas/jarang mengaji. Rasa sedih pulang sambil penuh kesedihan sampai dirumah malam hari sedih bukan main, guru ahli tadi jawabannya demikian apalagi sekedar guru Al Qur’an. Nah pada malam itu juga, kami mendapatkan ilmu langsung dari Allah, jadi bukan otak kami ( KH. Dahlan Salim Dzarkasyi ). Yang mencari bukan ketekunan, bukan semuanya kecuali malam itu adalah malam yang luar biasa.   Pada malam itu untuk ceritanya mudah ditangkap, seolah – olah kami melihat tulisan yang lengkap (kami dalam keadaan sadar), terlihat Nun sukun dibaca Ikhfa’, Tanwin juga dibaca Ikhfa’, lalu masuk ini Idghom bighunnah, Idghom bilaghunnah, Iqlab, Idzhar, Ikhfa’ syafawi dll, hanya pada malam itu. Keesokan harinya baru kami susun yang susunannya pada malam itu persis seperti  yang  ada  dalam buku Qiro’aty jilid IV, V dan VI. Itulah mulanya tidak sekaligus 1 buku, tetapi mulai jilid IV, yang berisi pelajaran Nun sukun, Tanwin lalu jilid V masalah Iqlab, Ikhfa’ syafawi dan jilid VI-nya khusus Idzhar. In i pemberian Allah yang luar biasa. Orang tidak tahu, tidak mengerti bahwa Qiro’aty dianggapnya cuma suatu metode sekedar supaya anak – anak cepat membaca. Kami tidak mencari cepat, tetapi sejak pertama mencari bagaimana agar anak dapat membaca dengan benar dan baik (Tartil), itulah yang kami cari. Jadi kalau dengan Baghdadiyah anak – anak misalnya anak sudah Al Qur’an dalam waktu 1 tahun, bagi kami tidak ada masalah anak memasuki Al Qur’an dalam waktu 2, 3 atau 4 Tahun, karena hanya mencari metode agar dapat membaca Al Qur’an dengan tartil. Keberhasilan metode Qiro’aty ini betul – betul inayah dari Allah, bukan otak kami. Malam penemuan itu betul – betul penemuan yang luar biasa. Qiro’aty ini mulai jilid IV, V, VI ini memasuki pelajaran – pelajaran tartil. Jadi selesai jilid VI, walaupun tidak belajar ilmu tajwid, anak mampu membaca tartil. Disinilah kehebatan metode Qiro’aty. Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardlu kifayah, anehnya anak tidak dapat membaca Al Qur’an dengan tartil (baik dan benar), kalau tidak belajar ilmu tajwid. Kalau demikian membaca Al Qur’an dengan tajwid itu fardlu ‘ain (mestinya), sebab membaca Al Qur’an dengan tartil bisa dilakukan biasanya setelah mempelajari ilmu tajwid. Mestinya fardlu ‘ain tapi kenapa hukumnya fardlu kifayah, inilah keanehan itu. Dengan menemukan Qiro’aty inilah mengembalikan aslinya hukum ilmu tajwid itu fardlu kifayah. Sekarang dengan Qiro’aty orang dapat membaca dengan tartil tanpa belajar apa itu Iqlab, Ikhfa’ atau ilmu tajwid lainnya. Jadi dengan Qiro’aty ilmu tajwid itu benar – benar fardlu kifayah, walaupun tidak diajarkan tidak apa – apa karena dengan Qiro’aty anak sudah bisa membaca dengan tartil. Contoh : 
Jadi tanpa belajar tajwid dengan menerapkan mana bacaan yang dibaca dengung dan samar atau terang, anak sudah mengerti tanpa belajar tajwid. Adapun mengenai Idghom, Ikhfa’, Idhar itu fardlu kifayah. Nah sekali lagi kehebatan Qiro’aty ini betul – betul inayah dari Allah dan perlu diketahui bahwa penemuan Qiro’aty ini bukan yang pertama di Indonesia, tetapi yang pertama di dunia, sebab dinegara manapun termasuk Mesir, Saudi dan lain – lain masih menggunakan metode Baghdadiyah. Berarti belum ada satu metode yang dapat membaca dengan tartil. Mudah – mudahan metode Qiro’aty ini sampai disana (seluruh dunia). Adapun para penyusun selain penyusun buku Qiro’aty itu yang di kejar hanya cepat belajar membaca Al Qur’an, tidak bertujuan berhasil membaca dengan tartil, asal anak bisa membaca. Salah menyusun sehingga tampaknya seperti berlomba – lomba dalam menyusun metode dengan benar agar anak mudah/cepat membaca, bukan mencari supaya menghasilkan tartil. Demikianlah perjalanan tartil yang orang lain dimana – mana mulai mendengar sampai pada tanggal 1 Juli 1986, kami mencoba mengajar Al Qur’an anak yang berusia 4 – 6
tahun, tidak menerima usia 7 tahun tahun keatas. Bukan tidak diterima dia ditolak, kami mengajar  usia 7 tahun keatas kan sudah lama waktu berjalan. Kami mengajar sekali khusus 4 – 6, sehingga kami sebut dengan “TK  Al Qur’an”, sebab anak yang diterima anak usia 4 – 6 tahun. Bayangan kami agar anak dapat dapat khatam  Al Qur’an mungkin dalam waktu 4 atau 5 tahun. Tapi bila itu terjadi, toh anak khatam dalam usia 11 tahun, kami rasa itu sudah ...................................ini baru tahap coba – coba. Dalam percobaan itu “luar biasa”. Anak – anak yang mengaji masuk kelas memakai sepatu seragam robah ruang mengaji seperti bersekolah. Satu kelas satu guru dengan 20 murid ini saja sudah luar biasa, satu guru mengajar 20 murid dalam waktu 1 jam selesai. Dan sebelum 1 Juli 1986, belum pernah terdengar ada TK Al  Qur’an atau TP Al  Qur’an berdiri di Indonesia, bahkan pertama di seluruh dunia. TK  Al  Qur’an  yang pertama kali itu walaupun sebagai tempat mengaji namun prakteknya luar biasa, seperti sekolah ada bangku, dingklik, pakai sepatu, seragam sebagaimana layaknya sekolah. Sebelum 1 Juli 1986 seluruh umat islam kalau mengaji tidak pernah ada yang memakai sepatu, seragam. Sekarang sudah asing lagi ada anak yang belajar Al Qur’an memakai sepatu, seragam sebagaimana pendidikan yang lain. Mungkin sebelum 1 Juli 1986 kalau ada anak yang belajar Al  Qur’an memakai sepatu, seragam menjadi bahan tertawaan teman – teman atau yang lainnya, tapi setelah 1 Juli 1986 bila ada anak yang mengaji di TK atau TP Al  Qur’an tidak memakai sepatu atau seragam akan sebaliknya ditertawakan yang lain. Dalam masa percobaan itu, Alhamdulillah sebulan, dua bulan dengan memakai seragam tadi sana mendengar, sini mendengar akhirnya semakin bertambah jauh dan banyak yang mendengar. Dari tempat awal hanya rumah, sampai pinjam rumah – rumah orang untuk tempat mengaji, akhirnya dapat membeli rumah dengan ukuran cukup besar untuk 11 kelas. Nah inilah pengajian kami mampu membeli rumah khusus, dan sekarang ini banyak sekali pengajian – pengajian di Indonesia, misalnya di Kudus dan dimana – mana sudah banyak pengajian yang membangun gedung khusus untuk TK  Al  Qur’an (membangun gedung khusus untuk pelajaran Al Qur’an). Jadi dulu kalau ada pengajian biasanya di rumah – rumah, mushollah, masjid dengan cara duduk dibawah, sekarang mulai terangkat sebagaimana pendidikan resmi. Inilah kehebatan TK AL  Qur’an yang sekarang sudah menyebar di seluruh Indonesia, setelah tersebar di seluruh Indonesia, Pengurus – pengurus TK Al Qur’an ini  kebingungan  karena  banykanya  anak  yang mendaftar masuk TK Al  Qur’an. Bila anak – anak itu ditolak tidak benar, masa’ anak mau belajar mengaji ditolak. Sebaliknya mau diterima tempatnya tidak ada, dimana – mana terjadi demikian ditolak tidak berani diterima kepayahan. Dan mudah – mudahan banyak umat Islam yang diberikan kelebihan turut berfikir sehingga mau mewaqafkan rumah – rumah. Jadi bukan meminjamkan, tapi mewaqafkan, sehingga dalam hal kesulitan menerima murid tadi dapat teratasi. Dan dimana – mana ditiap pendidikan TK  Al  Qur’an ini muridnya ratusan. Kehebatan yang lain, kesadaran dari wali – wali, 4 KM diantarkan dengan mobil, honda, becak inipun terjadi dimana – mana. Kalau dulu yang namanya ngaji itu kalu ada yang mengajar mengaji, ya mengaji tapi kalau tidak yang mengajar ya tidak. Sekarang ini 4 – 5 KM diantar ditunggu malam kalau anak – anaknya yang masih kecil. Inilah keadaan perkembangan TK  Al Qur’an di seluruh Indonesia. Setelah keberhasilan TK  Al  Qur’an ini, Alhamdulillah kami berpegang teguh, buku – buku kami tidak dapat dibeli untuk diajarkan. Boleh kalau gurunya datang lewat tes. Guru – guru sebelum ada TK  Al  Qur’an, hanya sebagian kecil, hampir – hampir dikatakan khusus yang Khafidz dan Khafidzah saja yang mengerti musykilat ghorib itu. Kalau guru – guru umum hampir tidak mengerti, demikian pun sampai saat ini masih banyak yang belum mengerti tentang bacaan ghorib dan musykilat. Misalnya tulisannya “malaaihi”, harus dibaca “malaihi”,  “minnabaai” harus dibaca “minnaba’i”. Demikian ini asing bagi guru – guru Al Qur’an. Karena sejak ada TK  Al  Qur’an ini, anak – anak TK usia 5, 6 tahun yang khatam itu rata – rata usia 6, 7 tahun paling tinggi usia 8 tahun, sudah mahir bacaan musykilat, bacan ghorib, ilmu tajwid, maka dituntut   guru - guru juga harus mahir. Sampai hari ini bekerja bersama – sama menyebarkan TK Al  Qur’an dan meningkatkan guru – guru, memberi kursus kilat guru – guru. Kalau guru belum bisa membaca tartil, sama sekali tidak boleh mengajarkan  Al  Qur’an atau Qiro’aty. Misalnya guru datang tes membaca : “kaifaa takfuruunaa billahi .......”, guru yang baca model ini sebenarnya tidak mengajar walaupun jilid I. Sebab dia tidak mengerti Mad, dengan tidak mengerti Mad, lalu mengajar belum samapi di Mad tapi diajarkan Mad, Aa, Baa, Ba. Padahal belum ada Mad. Nah guru – guru yang bacaan Mad-nya rusak, walaupun sudah Al Qur’an tidak mengajarkan Qiro’aty meski jilid I. Bagaimana kalau ada guru yang Mad-nya sudah bagus tapi tidak bisa tartil misalnya : Innalladziina Kafaruu Sawaa’un Alaihim Aandzartahum Am Lam tundzirhum Laa Yukminuun. (tanpa ada Ghunnah, Ikhfa’, Idghom). Kalau terpaksa mengajar, sebenarnya boleh tapi hanya sampai jilid III, jilid IV tidak boleh, sebab dia tidak mengerti jilid IV. Namun kalau diminta bantuan untuk mengajar itu boleh dengan syarat ia harus belajar jilid IV,V,VI, kalau dia tidak mau belajar tidak usah diterima sebagai guru. Guru yang sudah di tes mampu membaca tartil, benar – benar bagus makhrojnya, tartilnya bagus, cuma masalah bacaan ghorib musykilat tidak mengerti, boleh mengajar jilid I – IV, mengajar Al  Qur’an tidak boleh, namun ini tinggal diajarkan musyikilat ghorib. Insya Allah dalam beberapa kali pertemuan sudah bisa dikuasai, anak – anak saja hafal apalagi guru Insaya Allah bisa. Jadi ini yang boleh mengajar sampai jilid IV. Dan boleh mengajar Al  Qur’an setelah dia kursus ghorib musykilat. Perlu diketahui didalam susunan  ini, untuk anak usia 5, 6 tahun saja mudah, apalagi tingkat SD, SMP Insya Allah lebih mudah, tinggal kemauan saja. Jadi istilah kasep (terlambat) itu tidak ada kalau mau belajar. Buku untuk TK ada sendiri, buku untuk SD 4 jilid, untuk SMP 3 jilid, buku untuk mahasiswa atau remaja 2 jilid, jadi sudah lengkap. Tinggal mau belajar atau tidak, dan kalau mau belajar supaya mencari guru yang benar. Inilah perkembangan dari awal penemuan metode, lalu pertama ada TK Al  Qur’an di Indonesia, setelah menyebar luas masalah Al  Qur’an yang penuh dengan pahala bagi yang mengajar atau yang belajar sekarang ini mulai timbul kejahatan – kejahatan yang luar biasa ini orang sudah terlalu berani. Jadi guru – guru TK Al  Qur’an jang an terpengaruh oleh metode yang lain masih sulit untuk mengimbangi Qiro’aty, apalagi akhir – akhir ini ada beberapa buku yang mirip – mirip dengan Qiro’aty. Ketahuilah orang – orang ini kalau mencuri ayam tidak berani, tapi mencuri ilmu metode Qiro’aty berani, lalu disebarluaskan. Disinilah kami ( KH. Dahlan Salim Dzarkasyi )  prihatin, bukan Qiro’aty  takut disaingi, silahkan laku atau ada tanggapan Alhamdulilah tidak laku saya berhenti tidak jadi masalah, kami niatnya mengajar, kalau tidak ada yang belajar kita harus berusaha mengajar. Kalau Qiro’aty ada yang butuh Alahamdulillah dan kalau tidak ada tanggapan tidak apa – apa terserah saja, kami berusaha untuk mengajar, sebab Khoirukum Man Ta’allamul Qur’an, karena keinginan sebagus – bagus diantara kamu inilah kami selalu timbul mengajar belajar Al  Qur’an. Jadi supaya berusaha yang benar – benar bukan sekedar mengajar dan belajar Al Qur’an. Inilah suatu jalan yang paling mudah untuk menjadi Khoirukum, janji Allah yang paling mudah. Ini bagi yang tidak tahu melihat buku – buku yang mirip – mirip, belum kenal Qiro’aty lalu mengajar dengan buku – buku yang mirip tadi, terus dikembangkan , setelah Qiro’aty kadang – kadang malas membuka Qiro’aty karena sudah terlanjur , padahal untuk ganti tidak sulit. Namun kalau yang belum tahu tidak jadi masalah, kalau tahu bahwa buku – buku itu hasil dari curian, berarti itukan membantu mencuri. Bagaimana nanti nasib Al Qur’an. Bagi yang sudah tahu, saya yakin dengan mengajar buku – buku yang mirip – mirip tadi, satu tidak akan menghasilkan mutu sebaik anak – anak yang belajar lewat Qiro’aty yang kedua andai kata berhasil barokahnya tidak ada pasti barokah tidak dapat entah barokah yang belajar atau yang mengajar tidak ada barokahnya. Ini kalau yang tidak tahu kalau buku hasil mencuri Qiro’aty  tidak mendapat barokah sedangkan tahu jelas berdosa sebab tahu buku – buku itu mencuri kenapa dipakai. Pada akhir – akhir ini mulai muncul pengarang – pengarang baru, ini yang sangat saya sayangkan, justru dari kalangan orang – orang yang ibadahnya rajin, ini mulai masya Allah saya betul – betul prihatin.  Dan  Kyai – kyai besar kadang – kadang memberikan sambutan, maklum karena tidak tahu, tapi kalau tahu jelas tidak mau dia. Inilah sehingga nama Kyai dipakai untuk bahan – bahan yang dari hal mencuri, inilah guru – guru Al Qur’an supaya waspada, betul –  betul hati – hati, dan didalam mengajar betul – betul ingin menjadi oarng yang baik lewat Al  Qur’an dan didalam mengajar hanya semata – mata  mencari keridloan Allah bukan tujuan yang lain. Dalam hal ini termasuk diri saya sendiri sejak awal kami sebagai pedagang, kami tidak masalah ada istilah bayaran atau istilah Semarang “Kemisan”, itu tidak ada harapan, tidak ada artinya bagi kami, nah begitu usaha didalam hidup, mengajar lillahi  ta’ala betul – betul lillahi  ta’ala. Tapi akhir – akhir ini bukan berarti guru – guru Al  Qur’an tidak boleh dibayar, akhir – akhir ini banyak yang hidup dari Al  Qur’an, tapi ini bukan tujuan tapi pemberian Allah ini suatu Anugerah dari Allah yang luar biasa. Guru – guru bukan sekedar datang tidak dibayar, tapi gurunya kebayaran, tapi guru – guru insya Allah bukan karena bayaran mengajarnya, tapi Alhamdulillah inilah berkahnya Al  Qur’an. Jadi kalau melangkah betul – betul mencari keridloan Allah bukan mencari uang, namun ada uang jangan ditolak, itu tidak benar dan itulah pemberian Allah, kemurahan Allah yang luar biasa. Inilah sejarah dari mulai penemuan metode Qiro’aty sampai awal adanya penemuan TK Al  Qur’an di Indonesia. Sekarang ini sudah banyak orang yang mengaku – ngaku bahwa disahkan oleh pemerintah, buktinya disahkan oleh pemerintah yaitu oleg Depag ( Departemen Agama ), lalu Qiro’aty tenang – tenang saja, tapi selalu makin melebar dan makin menyebar. Inilah sejarah adanya penemuan – penemuan metode dan awal adanya TK Al  Qur’an. Insya Allah penemuan itu tingkat dunia bukan tingkat Indonesia dan Insya Allah TK Al  Qur’an yang pertama di dunia. Yang perlu anda ketahui, niat dari penyusun bukan mencari tempat, tapi mencari berhasil tartil. Sedang penyusun – penyusun lain hanya semata – mata mencari cepat berhasil, sehingga kalau kami melihat sebenarnya ngeri sekali, sistem sekian jam, sekian jam, masya Allah  Al  Qur’an hanya dibatasi sekian jam. Sedangkan kami sudah tua masih belajar Al  Qur’an, gurunya saja masih belajar muridnya dibatasi sekian jam sistem cepat lagi, kenapa sistem cepat yang dicari ?, bukan mencari sistem yang berhasil. Inilah sebagai guru       Al  Qur’an supaya waspada, teliti, hati – hati.
CARA PENTASIHAN  

Dalam kami menyusun penuh ketakutan, bagaimana kalau nanti ditegur Kyai. Pada suatu waktu datang seorang Kyai melihat buku kami, kata Kyai itu “buku kamu cukup bagus” akhirnya saya diajak sowan kepada seorang ulama, gurunya guru yang hafal Al  Qur’an yaitu romo KH. Arwani (gurunya guru yang hafal Al  Qur’an di Jawa Tengah). Diajak kesana untuk memperlihatkan buku. Alhamdulillah dari jilid satu samapi terakhir dilihat halaman demi halaman, akhirnya romo Kyai ngendiko “Kondoho karo guru – guru ngaji, nek ngajar Qur’an nganggo bukumu” (perintah dari Kyai Arwani), katakan pada guru – guru ngaji kalau ngajar Al  Qur’an pakai bukumu dan Kyai yang mengajak saya dijadikan sebagai saksinya, “Dapat jadi saksi itu dapat banyak ganjaran”. Inilah suatu hal yang luar biasa, bukan kami yang usaha, Allah yang mempertemukan sampai kami bertemu dengan Mbah Kyai Arwani. Jadi bukan menonjolkan buku – buku kami tapi ada orang yang seolah – olah memaksa harus sowan kepada Kyai Arwani. Ini cukup sebagai landasan untuk mentashih, ada lagi selain Kyai Arwani sebagai pentashih, selalu mengadakan musyawarah dan bimbingan – bimbingan dari yang terhormat K.H. Turmudzi Taslim (Alhafidz) yang selalu tidak lepas sampai hari ini, selalu musyawarah, selalu datang, selalu menanya dll. K.H. Turmudzi Taslim termasuk yang menggunakan buku kami, jadi tidak terlalu sembrono begitu saja. Aneh dalam suatu penyusunan terdapat sesuatu yang aneh yang Tuhan memberikan kepada manusia itu akal, akal tiap – tiap manusia itu tidak sama, tapi suatu keanehan, banyak penyusunan buku yang disusun oleh banyak tim, ini suatu yang aneh yang belum terungkap. Tidak mungkin itu bagus. Ini ma’af bagi para penyusun dari tim – tim penyusun, ini jalan pikir saya, anda juga punya jalan pikir sendiri jadi saya minta ma’af kalau kata – kata saya tidak benar. Allah itu menciptakan orang akalnya tidak sama lalu mau menyusun suatu buku disusun oleh satu tim, kalau tim itu pentashih itu benar, karena kalau ada kekurangan bisa diteliti. Anda kalau melihat buku yang mencuri dari buku – buku kami, andai kata anda itu bukan orang pandaipun akan mengetahui bahwa buku itu jiplakan. Kalau anda melihat awal dari kami yang dimulai dengan huruf Alif  dengan fathah “A”.  Nah kalau ada buku lain yang awalnya sama ini berarti hasil jiplakan, yang disusun oleh satu tim.

SEJARAH PENULISAN
Kami mulai menulis setelah kami mengalami kesulitan – kesulitan mengajar. Saya mulai menulis tahun 1963, kami sudah mengajar lama sekali tetapi belum mempunyai nama, kami sudah ngajar (buku itu) tapi dengan tulisan tangan, jadi kami perbanyak untuk murid kami sendiri. Akhirnya setelah khatam Al  Qur’an beberapa kali, kalau kami mengadakan khataman itu, para hafidz itu biasanya datang menyaksikan khataman. Sekali waktu kami mengajukan (pertanyaan), kami ini mempunyai pengajian kok tidak punya nama, apa namanya ?. Lalu dari Kyai – kyai ada yang mengusulkan “Roudlotul Qur’an”, “Roudlotul Falah”, dan macam – macam yang diusulkan. Setelah tidak ada yang usul, terakhir Kyai Hilal Sya’ban mengusulkan nama “Roudlotul Mujawwidin”, langsung kami tolak “tidak, itu terlalu berat, terlalu tinggi namany”. Akhirnya Kyai Hilal Sya’ban mengatakan “Saya punya usul dan harus dipakai, sebab saya punya alasan “, kata beliau, didengar oleh Kyai – kyai yang lain. “Alasan saya (kataKyai Hilal Sya’ban) ialah anak – anak beliau ngaji kepada saya, semuanya ahli tajwid. Jadi tepat (kata beliau). Lalu Kyai – kyai yang pertama – tama guru saya berkata “sudah pakai saja nama itu”. Jadi nama Roudlotul Mujawwidin bukan karangan kami , bukan kami yang memberi nama, itulah sejarahnya. Adapun nama buku Qiro’aty, sudah disusun, sudah mulai ngajar tidak punya nama. Nah pada suatu malam, tetangga rumah saya itu tempat kost guru – guru madrasah, kebetulan ada yang keluar saya tanya “ustadz saya menyusun buku begini – begini, apa judulnya ?”, ustdz tadi mengatakan “Qiro’aty “. Saya pikir kok enak, tapi belum saya pakai, cuma perasaan saya saja enak ini. Anehnya subuh kami jalan – jalan, berjumpa dengan gurunya ustadz tadi yang sama sekali tidak hubungan, malam sama subuh, namanya ustadz Syukri Taufik, insya Allah kalau orang Semarang kenal semua, guru madrasah sejak zaman Belanda. Ustadz Syukri saya tanya, “Saya mengarang buku begini – begini, namanya apa?”, beliau menjawab “Qiro’aty”. Akhirnya buku nama Qiro’aty kami pakai. Jadi betul – betul bukan kami yang mencari nama Qiro’aty karangan saya, ustadz saya. Jadi dari pemberian – pemberian itu tadi. Jadi itulah asal usul nama Qiro’aty dan nama Roudlotul Mujawwidin yang sampai saat ini menjadi nama yayasan kami.
PENATARAN
Sebenarnya penataran itu juga manfaatnya, yaitu menggugah semangat guru – guru  Al  Qur’an itu saja. Tapi  dalam  arti  kata dapat  meningkatkan mutu guru Al  Qur’an itu saya rasa nol artinya /hasilnya. Untuk itulah dari cabang – cabang Roudlotul Mujawwidin diminta untuk penataran, peserta sejumlah apapun harus kena tes baca Al  Qur’an, sehingga dalam penataran lebih tahu, lalu yang hasil paling baik, dianjurkan untuk datang ke tempat kami untuk diajar  meningkatkan. Adapun yang lain – lain supaya dianjurkan untuk banyak belajar  lagi. Sebetulnya belum berhak, yang ikut penataran belum berhak, yang ikut penataran belum berhak mengajar. Itulah sebenarnya bahwa penataran itu bukan untuk meningkatkan mutu, tapi hanya untuk menggugah semangat saja. Umat Islam memang sudah ketinggalan jauh dalam masalah Al  Qur’an . Mengapa di tempat Madrasah , sekolah – sekolah umum itu gurunyatidak sembarang guru, artinya lepas SMA tidak boleh ngajar SMP, atau lulusan SMP  mengajar SD, ini tidak boleh . Tapi kalau Al  Qur’an lain, anak yang sudah Al  Qur’an boleh mengajar Alif- Ba’. Anak yang lulus Juz ammah mulai boleh ngajar  Alif – Ba’ ini kanlucu. Dan masalah – masalah umum (TK umum), ini gurunya bukan sembarang guru, gurunya harus harus yang telah berizah sekolah guru Taman kanak – kanak, ini diseluruh Indonesia. Padahal Taman Kanak – kanak ini tidak ada resiko dosa, karena isinya  cuma sekedar melatih keberanian, keterampilan menyanyi dll. Jadi kalau dalam bernyanyi  “Bintang Kecil” diganti “Bintang Besar” tidak dosa, Paling – paling cuma ditertawakan saja. Tapi  Al  Qur’an resikonya banyak bila salah baca, misalnya “qoola” dibaca “qola”. Dari sini kenapa ttidak tercetus sekolah guru TK Al  Qur’an. Sekarang ini memang belum memungkinkan, insya Allah nanti dimana – mana akan ada, yang paling tidak kursus guru Al  Qur’an. Tapi penataran guru Al  Qur’an itu apa artinya, kalau yang ditatar bacanya Mad saja tidak benar, apa maksud penataran ?. Yang terbanyak  dalam penataran itu, yang tartil hanya sebagian kecil, yang terbanyak tidak tartil dan banyak Mad-nya yang rusak, ini ditatar bagaimana ?. Lain lagi kalau yang ditatar semuanya sudah tartil, ini enak. Nah inilah yang perlu digerakkan banyaknya kursus – kursus guru Al  Qur’an. Tapi mudah – mudahan tercetus sekolah guru TK Al  Qur’an, ini penting sekali terutama bagaimana mengatasi anak – anak, ilmu jiwa anak – anak betul – betul penting sekali. Tapi biasanya bila sudah berdiri sekolah guru TK Al  Qur’an, banyak mengaku penemu sekolah guru TK Al  Qur’an, seolah – olah jalan pikirnya sendiri, orang – orang belum bisa merasakan kehebatan TK Al  Qur’an, guru – gurunya, pendiri – pendiri TK Al  Qur’an belum bisa merasakan hebatnya daya TK Al  Qur’an , paling – paling pengurus TKA, pendiri - pendiri sekarang ini cuma merasakan “Alhamdulillah anak – anak kecil sudah pandai – pandai, sudah khatam Al  Qur’an “, cuma itu saja. Insya Allah yang saya rasakan benar – benar mengagumkan, anak – anak yang pernah dan tidak pernah masuk TK Al  Qur’an ada perbedaanya. Yang pernah masuk TK Al  Qur’an lalu melanjutkan SDN, biasanya mengagumkan keberaniaanya,  tidak canggung. Sebaliknya yang hanya masuk TK umum saja tanpa masuk TKA, waktu pertama masuk SDN ada rasa takut, minder dll, sedang TKA tidak ada. Menurut pengamatan yang kami amati, coba teliti dan bila diberi pelajaran cepat menangkap. Kalau dari TKA disekolahkan ke madrasah, lalu bisa tulisan Arab, itu lumrah. Tapi kalau dari TKA disekolahkan negeri hasilnya memang luar biasa, silakan anda selidiki benar tidaknya, inilah kehebatan TK Al  Qur’an yang sudah betul – betul saya rasakan. Sekali lagi silakan diteliti dan diselidiki kebenarannya. Demikianlah apa yang dapat saya ceritakan, seingat saya begitu. Dan apabila ada dalam kata – kata saya ada yang kurang baik atau menyingggungkami mohon ma’af, bukan maksud kami berbuat kesalahan, tapi itulah kelemahan – kelemahan kami sebagai manusia biasa. Untuk itu kami mohon ma’af.
Dan akhirnya Wassalamu’alaikum Wr.   Wb.

1 komentar:

maftuh mengatakan...

Kisah ini dr mn y dapat nya?

Posting Komentar

syaifudin.zuhry. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan